Hakikat Desentralisasi Model MBS
Sejak digulirkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku 1 Januari 2001, wacana desentralisasi pemerintahan ramai dikaji. Pendidikan termasuk bidang yang didesentralisasikan ke pemerintah kota/kabupaten. Melalui desentralisasi pendidikan diharapkan permasalahan pokok pendidikan yaitu masalah mutu, pemerataan, relevansi, efisiensi dan manajemen, dapat terpecahkan. Cukupkah desentralisasi pendidikan pada tingkat pemerintah kota/kabupaten? Pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa desentralisasi pendidikan tidak cukup hanya pada tingkat kota/kabupaten. Desentralisasi pendidikan untuk mencapai otonomi pendidikan yang sesungguhnya harus sampai pada tingkat sekolah secara individual.
Mengapa perlu desentralisasi pendidikan? Berbagai studi tentang desentalisasi menunjukkan bahwa pekerjaan yang bersifat kompleks, dikerjakan dalam tim, mengandung unsur ketidakpastian, dan berada dalam lingkungan yang cepat berubah tidak bisa dikelola secara sentralistik. Pendidikan dan secara khusus lagi sekolah yang selama ini dikelola secara sentralistik justru menimbulkan banyak masalah. Maka sekolah yang memiliki karakteristik seperti itu harus didesentralisasikan. Salah satu model desentralisasi pendidikan adalah Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management).
Banyak pakar dan pemerhati pendidikan menyumbangkan pikirannya untuk mengkaji model MBS yang cocok dengan kondisi negeri ini. Namun jarang sekali yang menyinggung masalah isi (content) yang tak lain merupakan hakikat desentralisasi itu sendiri. Hakikat desentralisasi pendidikan adalah �apa dan kepada siapa� (what and to whom) dan bukan aturan-aturannya (regulation).
Reformasi pendidikan di banyak negara dimulai pada dekade 1980-an. Banyak sekolah di Amerika Serikat, Kanada dan Australia yang berhasil menerapkan desentralisasi pendidikan dengan model MBS. Malalui MBS sekolah memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan kebutuhan-kebutuhan sekolah.
Dengan MBS unsur pokok sekolah (constituent) memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga non-struktural yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat dan murid.
Hakikat Desentralisasi
Menurut Wohlstetter dan Mohrman (1993) terdapat empat sumber daya yang harus didesentralisasikan yaitu power/authority, knowledge, information dan reward. Pertama, kekuasaan/kewenangan (power/authority) harus didesentralisasikan ke sekolah-sekolah secara langsung yaitu melalui dewan sekolah. Sedikitnya terhadap tiga bidang penting yaitu budget, personnel dan curriculum. Termasuk dalam kewenangan ini adalah menyangkut pengangkatan dan pemperhentian kepala sekolah, guru dan staff sekolah.
Kedua, pengetahuan (knowledge) juga harus didesentralisasikan sehingga sumberdaya manusia di sekolah mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi kinerja sekolah. Pengetahuan yang perlu didesentralisasikan meliputi : keterampilan yang terkait dengan pekerjaan secara langsung (job skills), keterampilan kelompok (teamwork skills) dan pengetahuan keorganisasian (organizational knowledge). Keterampilan kelompok diantaranya adalah pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan keterampilan berkomunikasi. Termasuk dalam pengetahuan keorganisasian adalah pemahaman lingkungan dan strategi merespon perubahan.
Ketiga, hakikat lain yang harus didensentralisasikan adalah informasi (information). Pada model sentralistik informasi hanya dimiliki para pimpinan puncak, maka pada model MBS harus didistribusikan ke seluruh constituent sekolah bahkan ke seluruh stakeholder. Apa yang perlu disebarluaskan? Antara lain berupa visi, misi, strategi, sasaran dan tujuan sekolah, keuangan dan struktur biaya, isu-isu sekitar sekolah, kinerja sekolah dan para pelanggannya. Penyebaran informasi bisa secara vertikal dan horizontal baik dengan cara tatap muka maupun tulisan.
Keempat, pengaharhaan (reward) adalah hal penting lainnya yang harus didesentralisasikan. Penghargaan bisa berupa fisik maupun non-fisik yang semuanya didasarkan atas prestasi kerja. Penghargaan fisik bisa berupa pemberian hadiah seperti uang. Penghargaan non-fisik berupa kenaikan pangkat, melanjutkan pendidikan, mengikuti seminar atau konferensi dan penataran.
Dengan mendesentralisasikan empat bidang tersebut diharapkan tujuan utama MBS akan tercapai. Tujuan utama MBS tak lain adalah meningkatkan kinerja sekolah dan terutama meningkatkan kinerja belajar siswa menjadi lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar