Rabu, 27 Mei 2009

Standar UN Dinaikkan, Sejumlah Guru Mengaku Tak Sanggup

Sejumlah guru sekolah menengah atas di Purbalingga dan Banyumas mengaku tak sanggup untuk mempersiapkan siswa menghadapi ujian nasional yang akan diselenggarakan 22 April mendatang. Hal itu menyusul naiknya standar UN dari 5,00 menjadi 5,25 ditambah dengan bobot soal yang cukup sulit.

Prasetyo, guru SMA Negeri 1 Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, Senin (14/4), mengaku, tak hanya siswa yan g pusing menghadapi UN kali ini, para guru juga dibuat pusing. Terlebih lagi, jumlah mata pelajaran yang diujikan dalam UN, bertambah dari empat mata pelajaran menjadi enam mata pelajaran.

Pelaksanaan UN, menurutnya, juga lebih cepat satu bulan dibandingkan tahun lalu yang diselenggarakan pada bulan Mei. Akibatnya, guru harus memadatkan mata pelajaran. "Karena dengan dimajukannya pelaksanaan UN pada bulan April ini, proses belajar mengajar satu semester hanya efektif berlangsung selama lima bulan," tuturnya.

Karenanya, dia mengaku pesimistis dapat mempersiapkan siswanya agar bisa lulus UN seluruhnya pada tahun ini. Tahun kemarin saja, ada 80 siswa dari 140 siswa di sekolah kami yang tidak lulus. "Bagaimana dengan sekarang," ujarnya.

Salah seorang pengurus Forum Interaksi Guru Banyumas, Agus Wahyudi, juga mengakui hal yang sama. Menurutnya, hampir seluruh SMA yang berada diluar Kota Purwokerto belum siap menghadapi UN tahun ini dengan standar yang terlampau tinggi. Contohnya pada tahun 2007, 25 persen sisw a SMA di Kecamatan Patikraja dan Rawalo tak lulus UN.

Sudah banyak guru SMA yang mengeluh dengan standar UN sekarang ini, terutama untuk SMA negeri yang berada di pinggiran kota maupun swasta. Mereka belum mampu karena kapasitas siswanya sendiri pun terba tas. "Hal itu sangat terlihat dari standar nem (nilai evaluasi murid) siswa yang masuk ke sekolah itu," tuturnya.

Meningkatnya standar kelulusan UN, lanjut Agus yang juga guru di SMA Negeri 1 Purwokerto, juga tak hanya membuat sulit guru dan siswa, melainkan juga orang tua siswa. Dengan standar kelulusan yang dinaikkan, para orang tua siswa pun harus mengeluarkan biaya lagi untuk meleskan anaknya di bimbingan belajar. "Biayanya untuk ini, tentu saja tidak sedikit," ucapnya.

Agus mengatakan, sejak pertama kali pun dirinya sudah meminta kepada pemerintah agar UN ditiadakan. Penerapan UN sama saja bertentangan dengan nilai pembelajaran. Nilai pembelajaran itu kan bagaimana guru mentransformasikan pengetahuan kepada siswa, dan bagaimana siswa memahaminya. "Bukan malah siswa diwajibkan untuk mengerjakan soal-soal pilihan ganda, dan mendapat nilai," tuturnya.




http://www.kompas.com/read/xml/2008/04/14/20244833

Tidak ada komentar:

Posting Komentar